Kesehatan Gigi dan Mulut

Wednesday, December 18, 2019

Perbaikan Pelayanan BPJS

Perbaikan Pelayanan BPJS

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan merupakan penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan yang merupakan salah satu dari lima program dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

   Kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah resmi diteken Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpers No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober lalu. Pada Pasal 34 Perpres tersebut disebutkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100%. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, Kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, Kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

   Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tentu menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Respons masyarakat rata-rata keberatan dengan kenaikan yang akan dimulai pada 1 Januari 2020 mendatang ini. Publik menyandingkan kualitas pelayanan yang dinilai masih banyak masalah dengan rencana kenaikan iuran hingga 100 persen tersebut.

   Pilihan menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini memang pilihan sulit yang ditempuh pemerintah. Meski sejumlah hal sebenarnya dapat ditempuh oleh pengelola BPJS Kesehatan serta pemerintah sebelum mengambil keputusan menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan. Bila pun iuran naik, jumlahnya dapat ditekan agar tak tembus hingga 100 persen besaran kenaikannya.


   Sejumlah hal yang bisa dilakukan tak lain melakukan koreksi total di internal pengelolaan BPJS Kesehatan. Temuan BPK yang mengkonfirmasi tentang potensi kecurangan (fraud) yang dilakukan pihak rumah sakit semestinya menjadi catatan serius pihak BPJS Kesehatan. Apalagi, KPK dan Kementerian Kesehatan telah membentuk Satuan Tugas Anti-Fraud.

   Untuk mengatasi masalah tersebut, semestinya BPJS Kesehatan meninjau paket Indonesia Case Base Groups (INA CBGs) dan kapitasi yang berbasis kinerja. Tidak sekadar itu, Kementerian Kesehatan juga dapat membuat Standard Operasional Procedure (SOP) yang memuat penerimaan hingga pemulangan pasien (clinical pathway). Dalam catatan kami, masalah tersebut masih sedikit dicantumkan dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Langkah perbaikan lainnya, para stakeholder agar segera merealisasikan pembentukan sistem yang kukuh sebagaimana hasil kesepakatan pemahaman (memorandum of understanding) antara KPK, Kemenkes, dan BPJS Kesehatan. Rencana penerbitan tiga regulasi yakni pedoman pencegahan fraud, deteksi dini fraud, serta penanganan fraud semestinya dapat segera direalisasikan. Namun sayangnya hingga Perpres No 75 tahun 2019 terbit, regulasi yang mendorong perbaikan di internal BPJS itu tak kunjung terbit.

   Cara lainnya yang semestinya juga dilakukan pemerintah dan stakeholder sebelum memutuskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan melakukan sejumlah langkah nyata. Setidaknya, berbagai upaya tersebut dimaksudkan untuk menekan besaran kenaikan yang memang dirasa memberatkan masyarakat. Ikhtiar yang dapat ditempuh di antaranya pemerintah pusat melakukan kolaborasi dengan program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) yang dimiliki pemerintah daerah agar kenaikan itu dapat dicegah atau setidaknya besaran kenaikannya tidak mencapai 100 persen sebagaimana tercantum dalam Perpres 75 Tahun 2019.

   Sayangnya, pola kolaborasi tersebut tak bisa ditempuh. Karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri melalui Permendagri No 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2020 menerapkan program Universal Health Coverage (UHC), yakni pengintegrasian program jaminan kesehatan antara pusat dan daerah. Dengan kata lain, Pemda tak lagi diperkenankan mengelola jaminan kesehatan yang memiliki manfaat yang sama dengan jaminan kesehatan tingkat nasional. Ikhtiar lainnya yang juga dapat ditempuh pemerintah dengan meningkatkan kepesertaan BPJS Kesehatan dengan melakukan penyisiran terhadap perusahaan-perusahaan atau pemberi kerja yang belum memberi fasilitas BPJS Kesehatan kepada karyawannya. Langkah ini diyakini akan meningkatkan kepesertaan masyarakat dan tentunya memberi dampak pendisiplinan dalam pembayaran iuran.